Rabu, 25 Agustus 2010

Tentang AIYEP...

AIYEP SELAYANG PANDANG

The WHAT, WHO, WHERE, WHEN, WHY, HOW, and SO WHAT? About AIYEP


Tulisan ini tercipta atas dorongan yang besar dari kami, AIYEPers 2008, untuk berbagi. Tadinya kami ingin menunggu kesempatan netcon (internet conference, bagi yang belum tahu) untuk memberi informasi tentang AIYEP. Tapi karena anggota milis 2009 baru sedikit, sepertinya ide netcon menjadi tidak efektif. Jadi kami buatlah tulisan ini, agar ketika ada anggota baru masuk, bisa langsung mengakses file tulisan ini dan (mudah-mudahan) bisa sedikit terbantu, tanpa kami harus menginformasikan ulang.

Dalam tulisan ini, kami akan membahas AIYEP secara umum. Tujuannya untuk memberi gambaran mengenai 4 bulan yang akan teman-teman hadapi selama program nanti. Boleh dijadikan guide juga kalau memang dirasa relevan. Tapi perlu diingat, tulisan ini murni catatan dari kami AIYEPers 2008. Mudah-mudahan ini adalah penerjemahan yang jujur atas pengalaman kami, realistis, tidak muluk, dan tanpa maksud menggurui atau memberi harapan yang terlalu tinggi.

Tapi, kalau mau liat definisi AIYEP yang ideal, ya ntar liat aja brosur dari Menpora, hehe.

*******

WHAT?

AIYEP (Australia-Indonesia Youth Exchange Program), seperti namanya, adalah program pertukaran pemuda antar negara Indonesia dengan Afrika Selatan. Salah. Ya jelaslah Australia. Program ini memungkinkan para peserta untuk mengacak-acak negeri orang secara gratis. Salah lagi.

Baik. Ini bagian seriusnya.

Program ini secara periodik terselenggara berkat kerjasama pemerintah Indonesia dan Australia. Di Indonesia, AIYEP dikoordinir oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) bekerjasama dengan Dinas Pemuda dan Olahraga dan Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) di setiap provinsi. Sementara di Australia, AIYEP ada di bawah tanggung jawab Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), dikoordinir oleh Australia-Indonesia Institute (AII), dan operasionalnya dijalankan oleh The Communication Network (TCN).

Ngomong-ngomong, apa itu PCMI? In case ada yang belum tau, PCMI adalah organisasi bagi para alumni yang telah melaksanakan program-program kepemudaan yang diselenggarakan oleh Menpora. Program-program tersebut antara lain PPAN (Pertukaran Pemuda Antar Negara à Australia, Kanada, Malaysia, ASEAN-Jepang), PPAP (Pertukaran Pemuda Antar Provinsi), Paskribraka, dsb.

Sekali lagi, kalau mau tau yang detil, baca aja brosur Menpora ^^v

Tujuan utama dari program ini adalah untuk menguatkan hubungan kedua negara (secara kultural maupun diplomatik) melalui people to people contact para pemudanya. Elemen “people to people contact” adalah salah satu hi-lite dalam AIYEP. Selama program berlangsung, proses interaksi, komunikasi, dan sosialisasi peserta dengan orang-orang yang terlibat selama program menjadi kunci sekaligus parameter keberhasilan program ini.

Hi-lite lain yang juga penting dalam program ini adalah soal cross cultural understanding alias kesepahaman antarbudaya. Selama program berlangsung, peserta akan bertemu dengan orang-orang dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Karenanya, sangat penting bagi peserta untuk mencapai kesepahaman antarbudaya ini dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya. Menjadi keharusan bagi peserta untuk memperkenalkan budaya Indonesia, dan fleksibel memahami budaya lain. Tolong catat bahwa kata “budaya” di sini bukan hanya soal tarian atau lagu daerah. Tapi juga pada level kultural: sikap, gaya hidup, cara berpikir, dsb yang sifatnya lebih mendalam.

Program ini terdiri dari 2 fase: Fase Australia dan Fase Indonesia. Masing-masing fase dibagi lagi ke dalam dua fase, yaitu fase kota dan fase desa.

Biasanya fase Australia dilaksanakan lebih dulu. Di fase Australia, baik di kota maupun di desa, aktivitas utama peserta adalah tinggal bersama keluarga angkat atau hostfamily, kerja magang profesional, dan mempromosikan budaya Indonesia lewat sebuah pertunjukan budaya (cultural performance/CP). Nanti teman-teman akan mendapatkan sebuah kuesioner dari TCN. Melalui kuesioner itu teman-teman bebas menentukan kriteria keluarga angkat dan tempat magang yang teman-teman inginkan. Selain itu teman-teman juga berkesempatan melakukan kunjungan kejormatan (courtesy call) ke tempat-tempat penting yang berkaitan dengan diplomasi kedua negara, misalnya ke DFAT, ke kantor media massa, ke Kedubes atau Konsulat Jenderal untuk Indonesia, kantor Gubernur negara bagian, dan sebagainya.

Pada fase Indonesia, aktivitas akan berbeda. Jika di Australia peserta menjalani fase kota lebih dulu, di Indonesia peserta akan melaksanakan program di desa lebih dulu. Selain itu, peserta kembali ke Indonesia bersama dengan peserta dari Australia. Satu orang peserta Indonesia akan berpasangan dengan satu peserta Australia – yang disebut counterparts, and this is why it’s called “exchange”. Selama fase desa, seluruh peserta Indonesia dan Australia bekerjasama menjalankan sebuah proyek pemberdayaan masyarakat (community development/comdev).

Selesai melaksanakan tugas comdev di desa, peserta dari kedua negara akan menjalankan program di kota, yang aktivitasnya hampir sama dengan di Australia. Di fase Indonesia, baik di desa maupun kota, aktivitas CP, tinggal bersama keluarga angkat, kunjungan kehormatan ke kantor gubernur, walikota, bupati, dsb, tetap ada.

Target yang ingin dicapai oleh program ini, tentu saja terwujudnya hubungan kedua negara yang lebih harmonis. Lebih dari itu, program ini ingin mencetak pribadi-pribadi yang mandiri, dewasa, peduli pada masyarakat, dan professional.

FYI guys, dari 4 program PPAN (AIYEP, IMYEP, ICYEP, dan SSEAYP) milik Menpora, hanya program ini yang pesertanya dilepas begitu saja tanpa keikutsertaan dan bimbingan supervisor program. Begitu selesai PDT, langkah pertama peserta di tubuh Qantas Air, mereka sendirian. Tidak ada pengawasan ketat, tak ada lembar petunjuk teknis pelaksanaan seluruh aktivitas secara rinci selama program.

Meaning to say, those 18 brilliant youths who join AIYEP are the OWNERS, RULES AND DECISIONS MAKERS, and are the only people who can determine MEANINGS of every single thing during this program.

Tapi tenang saja, di setiap fase nanti peserta akan dikoordinir oleh local coordinator, baik di desa maupun kota. Di Australia, local coordinator adalah rekanan AII atau TCN, sementara di Indonesia bisa dari Dispora dan/atau PCMI provinsi setempat.

WHO?

Kriteria untuk para pemuda yang bisa menjadi peserta program ini… silakan ingat-ingat lagi syarat-syarat ketika teman-teman seleksi PPAN di provinsi, hehe. Itu teknisnya, formalnya, hitam di atas putihnya.

Sisanya, program ini membutuhkan manusia-manusia yang berpikiran terbuka, toleran, memiliki daya lentur tinggi terhadap perubahan dan perbedaan, serta tidak menaruh ekspektasi berlebihan terhadap segala sesuatu. You can hope, but expect only what you can expect. We strongly suggest you not to be early-assuming or too demanding, but be prepared for the worst – on anything or anyone. Yeah, we are only human who always want as much as we can get. But believe us, in this program, dreaming too much will give you nothing. Just be realistic. Put your feet on the ground.

Dalam program ini, sangat mungkin terjadi mis-komunikasi, mis-informasi, dan hal-hal lain yang tak terorganisir dengan baik. Pada titik tertentu, masalah ini bisa saja membuat teman-teman hampir gila sampai rasanya pengen nabokin GL (Group Leader), atau lari-lari di lapangan bola sambil teriak-teriak, atau pengen nyuruh local coordinator jalan kayang keliling Balai Kota. Tapi semua bisa teratasi jika dan hanya jika teman-teman bisa fleksibel, sigap mencari solusi, dan cekatan menyusun prioritas.

Selama program berlangsung, peserta akan berurusan dengan banyak orang: keluarga angkat, tetangganya keluarga angkat, rekan kerja, temannya rekan kerja, pemerintah daerah (ketika fase desa), counterpart, pacarnya counterpart, orang-orang lewat, masyarakat desa di fase Indonesia, dan fans yang menggila usai menari Saman pas CP (yeah, you’re the superstars on your stage!). Enjoy those moments, lessons, and experiences. They are worth to remember, you can have our words...

Saat menjalani program, peserta akan memiliki identitas ganda: sebagai individu, dan sebagai anggota tim. Based on this, program ini perlu orang-orang yang mampu mencitrakan dirinya dengan baik. Sebagai si Anu dari provinsi Itu, Indonesia, dan sebagai si Anu, peserta AIYEP dari provinsi Itu, Indonesia. Sikap yang teman-teman lakukan, citra yang teman-teman tunjukkan, akan dinilai jamak alias digeneralisir sebagai citra dan sikap AIYEP, provinsi, dan negara. So, be wise.

WHERE?

Seperti sudah diulas sedikit di atas, pelaksanaan program akan dilaksanakan di dua negara. Hanya sayangnya kami belum mendapat informasi jelas di mana lokasi yang pasti untuk penyelenggaraan tahun ini. Jadi, mari kita tunggu saja yah.

Perlu kami beritahukan, pada penyelenggaraan AIYEP 2008, Menpora sedang mencoba konsep baru terutama di pelaksanaan fase desa Indonesia. Pada tahun-tahun sebelumnya, seluruh peserta (yang artinya ada 36 orang, 18 Indo + 18 Oz) ditempatkan di desa yang sama. Sementara tahun 2008 lalu, seluruh peserta dibagi dua dan ditempatkan di desa yang berbeda. Masing-masing desa terdiri atas 9 peserta Indo dan 9 peserta Oz. Alasannya adalah agar misi pemberdayaan masyarakat bisa tersampaikan dengan lebih luas dan beberapa pertimbangan lain.

Ada beberapa evaluasi mengenai konsep ini, dan belum bisa dipastikan juga apakah AIYEP 09*10 akan menggunakan konsep split peserta juga di fase desa Indonesia. Jadi, sekali lagi, mari kita tunggu saja…

WHEN?

Biasanya AIYEP dilaksanakan di pertengahan bulan Oktober hingga pertengahan Februari. Sementara PDT (Pre Departure Training) dilaksanakan di minggu pertama Oktober.

Sekitar dua bulan pertama akan dijalani di Australia: 1 minggu orientasi, 3 minggu fase kota, 5-7 hari mid-visit break, 3 minggu fase desa, 3-4 hari orientasi dengan counterpart.

Sementara sisanya akan dihabiskan di Indonesia, diawali dengan 2-3 hari re-orientasi di Jakarta. Lagi-lagi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, AIYEP 2008 menghabiskan waktu 5 minggu comdev di desa, 3 hari mid-visit break, 2 minggu fase kota (biasanya 3-4 minggu di desa, 3 minggu di kota), dan 3 hari closing program di Jakarta lagi.

Kembali kami belum bisa memastikan bagaimana alokasi waktu untuk AIYEP 09*10. Maka, lagi-lagi, mari kita tunggu saja (ini udah ketiga kalinya ya? Udah bisa dapet gelas cantik nih, hehe..)…

WHY?

Kenapa harus ada AIYEP di dunia? Kenapa harus Menpora? Kenapa harus Australia? Kenapa teman-teman harus mempersiapkan diri dengan baik? Kenapa harus ada pembekalan di PDT segala? Kenapa kami harus susah-susah bikin catatan ini? Kenapa harus ada pertanyaan kenapa?

Karena hidup ini penuh misteri, kawan.

Satu, AIYEP menjadi program tahunan Menpora karena kementerian ini mengurusi perkara kepemudaan dan bukan bakul jamu. Misi luhur dari program ini adalah mencetak pemuda-pemuda yang memiliki kualitas, daya saing, kebanggaan sebagai orang Indonesia, dan bisa memberi kontribusi pada negeri tercinta ini. Sebab pemuda-lah pewaris tunggal bangsa ini. Hanya para pemuda yang memiliki persediaan jam, tahun, dan abad. Maka diperlukan generasi bijak yang bisa menjadi penerima tongkat estafet negara ini kelak (kalo nggak keburu kiamat sih, hehe)..

Dua. Kenapa harus Australia? Coz Indonesia is unique, so is Australia. Negara yang dipilih untuk program pertukaran ini memang haruslah negara yang keunikannya bisa menyaingi Indonesia, hehe. We are nearby but we are different. Besides, diplomatic relationship between these two countries is also unique. Tugas AIYEP adalah menjadikannya tetap unik namun lebih efektif dan produktif.

Tiga. Persatuan Indonesia.

HOW?

In short, cara Menpora bekerja untuk mendapat output pemuda-pemuda handal dan professional adalah, melepas para pemuda harapan bangsa itu selama program, baik di Australia maupun di Indonesia. Dilepas, artinya peserta memiliki kebebasan untuk memanfaatkan kesempatan selama program dengan sebaik-baiknya, dengan caranya sendiri, tapi tentu saja dengan kerjasama tim yang baik. Peserta mungkin memiliki misi pribadi ketika mengikuti AIYEP. Silakan raih mimpi masing-masing, tapi jangan abaikan tim.

Tujuannya adalah agar terbentuk kemandirian dan kedewasaan pada diri para pemuda. Kebebasan untuk melakukan apa pun selama program harus diiringi dengan rasa tanggung jawab yang besar, sebab segala hal membawa konsekuensi tertentu. Juga kesadaran bahwa setiap peserta membawa nama baik negara, AIYEP, provinsi, keluarga, dan dirinya sendiri.

Melalui program ini, diharapkan setiap peserta bisa memiliki atau memunculkan (jika belum memiliki) kemampuan untuk bergantung PADA DIRI SENDIRI (Self-reliance). Ada teman-teman seprogram yang bisa dimintai bantuan, memang. Namun selebihnya, bagaimana peserta memaknai program dan membuat diri bisa menikmati setiap pengalaman, ada di tangan masing-masing peserta. So, be self-motivated!

Bagaimana caranya AIYEP melahirkan pribadi yang mandiri, dewasa, self-reliance, dan self-motivated itu? Dengan kerja magang, tinggal bersama hostfam, melakukan courtesy call, menyelenggarakan CP, memiliki counterpart, dan melaksanakan comdev.

Saat bekerja magang, setiap peserta dituntut untuk proaktif dalam bidang pekerjaannya. Magang adalah kesempatan bagi teman-teman untuk mengasah profesionalitas. Tak jarang, peserta tak diberikan jobdesc yang jelas mengenai perannya selama magang tersebut. Tak perlu resah. Belajar bisa dilakukan dengan cara apapun, baik dengan jobdesc ataupun tidak. Lagipula, secara logis kita tidak bisa mengharap sesuatu yang besar ketika waktu magang hanya 3 minggu, itu pun hanya 8-10 hari kerja efektif (karena dikurangi waktu CP, courtesy call, dan hari kerja di Australia yang hanya 5 hari). Serap saja ilmu apapun yang diminati selama berada di tempat kerja. Jangan lupa, setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah.

Ketika tinggal bersama host family, fleksibilitas adalah hal utama yang harus dimiliki. Peserta akan tinggal bersama orang asing: berbeda negara, berbeda budaya, dan tak pernah kenal sebelumnya. Awalnya memang agak canggung, tapi jika peserta lentur dalam bergaul, terbuka, honest, dan bisa menjadi diri sendiri, tentu tak akan ada masalah.

Courtesy call adalah kesempatan bagi para peserta untuk menunjukkan identitas keindonesiaan sekaligus nama AIYEP. Umumnya courtesy call sedikit bernada seremonial dan formal. Jadi, dibutuhkan manner dan attitude yang baik untuk bisa memberikan citra Indonesia yang mengesankan di mata orang lain.

Penyelenggaraan CP atau Cultural Performance adalah hal yang juga sangat penting. CP adalah kesempatan bagi teman-teman untuk menunjukkan keragaman budaya Indonesia. Melalui ragam tarian, lagu, atau bentuk-bentuk kesenian lain, teman-teman berkesempatan memamerkan kekayaan Indonesia kepada publik Australia. Mengapa harus dengan cara ini? Karena seni adalah bahasa yang universal untuk berkomunikasi. Namun perlu dipahami bahwa AIYEP bukan kelompok pertunjukan keliling. Bukan pula program bagi para penari. Karenanya tak perlu berkecil hati ketika teman-teman tak memiliki penguasaan kesenian yang outstanding. Yang diperlukan adalah kesungguhan untuk memperkenalkan budaya Indonesia, kepercayaan diri untuk tampil di atas panggung, dan motivasi yang kuat untuk belajar. CP hanyalah alat, sarana, tool, untuk menyampaikan pesan budaya. Pesannya itu sendiri baru akan terpahami oleh orang lain ketika teman-teman memiliki tekad kuat untuk menyampaikannya.

Memiliki counterpart adalah hal yang menarik sekaligus menantang. Masing-masing peserta Indonesia akan dipasangkan dengan peserta dari Australia. Selama menjalani fase di Indonesia, counterpart adalah orang yang akan tinggal bersama teman-teman, melakukan aktivitas bersama, dan sebagainya. Awalnya mungkin agak canggung ketika kita harus berbagi kamar dengan orang asing. Namun sekali lagi itu tak akan menjadi hambatan besar jika kita mau terbuka dan memotivasi diri agar cepat beradaptasi. Counterpart adalah peserta dari Australia, yang juga memiliki keingintahuan besar terhadap Indonesia, sebagaimana kita penasaran dengan Australia. Selama bergaul dengan counterpart, sebisa mungkin kita memberi mereka pemahaman yang benar mengenai segala hal yang mereka pertanyakan. Terkadang ada counterpart yang susah beradaptasi dan tidak terlalu terbiasa dengan kultur Indonesia. Kita bisa membantu dan memotivasi mereka agar bisa lebih nyaman menjalani program. Lebih dari itu, kedudukan kita dengan counterpart adalah setara. Jadi kita bukan guide atau penerjemah bagi mereka. Ajak mereka untuk belajar bahasa Indonesia agar mereka juga mudah beradaptasi bilamana kita sedang tak bisa membantunya. Lagipula, umumnya peserta Australia sudah pernah berkunjung ke Indonesia, jadi ini lebih mudah bagi kita maupun mereka.

Selama fase desa di Indonesia, seluruh peserta dari kedua negara harus menyelesaikan sebuah proyek pemberdayaan masyarakat (community development/comdev). Untuk comdev ini, biasanya Menpora dan pihak kedubes akan melakukan survey terlebih dahulu untuk melihat potensi desa tersebut. Jika sudah mendapat data, maka peserta akan dibekali dengan berbagai informasi mengenai desa tersebut dan apa saja potensinya. Dengan begini, peserta bisa memutuskan proyek-proyek apa saja yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi masyarakat desanya. Hal-hal yang diperlukan dalam fase ini adalah kemampuan bernegosiasi, baik terhadap peserta satu sama lain, terhadap warga desa (karena biasanya muncul ekpektasi yang terlalu tinggi dari warga setempat kepada program ini – dan para peserta), juga terhadap pemerintah daerah setempat. Penting diketahui bahwa di sini para peserta akan berurusan dengan banyak elemen budaya. Pertama, desa yang dijadikan lokasi mungkin saja terletak di provinsi yang akar budayanya sangat berbeda dengan peserta Indonesia. Kedua, ada warga Australia yang juga jauh lebih tidak tahu mengenai kultur desa tersebut. Sering-seringlah berbagi masalah dalam grup, lalu putuskan apa yang teman-teman bisa lakukan untuk menyelesaikannya.

SO WHAT?

Ya, so what?

Terus kenapa kalau kita sudah tau all about AIYEP?

Be well-prepared. Be resourceful. Be reserved.

Penuhi kantong bekal teman-teman dengan informasi detil apapun sebanyak mungkin. Pastikan otak teman-teman tidak kosong ketika mengikuti program ini, bahkan sejak mulai PDT.

Jika ada di antara teman-teman yang berpikir bahwa program ini hanya untuk mandapat sertifikat dan menambah gengsi ketika melamar kerja, maka selamat datang di dunia orang tak berguna. Kalau cuma nge-print sertifikat dan memalsukan tanda tangan, saya juga bisa. Program ini, JAUH LEBIH BERARTI DARI SEKADAR SERTIFIKAT. Way-way much more!

AIYEP is a once-in-a-lifetime and a life-changing program. Silakan bertanya pada siapapun alumni yang Anda kenal saat ini. Banyak hal berubah dari seorang peserta jika menjalankan program. Perubahannya bisa terjadi saat maupun sesudah menjalani program. Atau mungkin sebelum. AIYEP memang bukan segalanya, namun segala hal dapat terjadi karena program ini.

Banyak pula pelajaran dan pengalaman yang bisa dijadikan guru besar dalam hidup teman-teman. You’ll get that pride. You can use AIYEP certificate to boost up your resume prestige, as well. But above all, you’ll have challenges to deal with. You’ll meet talented persons who’ve been elected, who are the best. For those who had been a participant of another exchange program, well, don’t think AIYEP is similar. It’s totally different.

You’ll learn how to compromise, respect and appreciate other people. You should be concern on each other’s needs and put aside your demand. You’ll learn what “to lead” is, how to be less-emotional or less-temperamental, to deal with conflicts, face a broken heart, or fall in love. You’ll see how “professionalism” needs to be.

Through this program, you’ll get life-lesson about being flexible, embracing change, and assuming nothing (just watch, choose to take or to leave it, then enjoy it). You need to see how to negotiate and be accommodating. You’ll learn how to put your trust to others and be less-individualistic. You’ll feel how being criticized as well as being praised is. There will be a moment when you are slapped by your friends when they tell the truth (you hate them for a while, but next you’ll be grateful).

You’ll get the experiences when a stranger becomes a friend (which is good), an also when a friend becomes a stranger (which is sad). You’ll hate some, and love some. But in the end, all you know is that you need each other.

Rasa kesal dan bosan bisa saja muncul satu sama lain. Itu wajar karena teman-teman berkutat dengan orang-orang yang sama selama 4 bulan. Tapi, sebesar apapun rasa kesal dan rasa bosan itu, sadarilah bahwa hanya mereka-lah yang teman-teman punya. Tak ada keluarga, ayah, ibu, atau sahabat yang teman-teman punya di kampung halaman sana. Jadi, hanya ber-18 inilah harta teman-teman, places where you belong during the program. Homes when you feel like you are a minority. Senasib, sepenanggungan. Hanya ber-18 ini yang bisa merasakan perasaan senang, sedih, bangga, dan kecewa yang sama selama program. Maka, jagalah keutuhan tim. TEAMWORK IS REALLY IMPORTANT, in the name of Merciful God. Jika ada hal yang membuat teman-teman tak nyaman, utarakan dan jangan dipendam.

*******

Sekian dan terimakasih.

Hehe, nggak enak banget penutupnya. Jadi begitulah, semoga surat wasiat sepanjang 9 halaman ini bisa berguna buat teman-teman. Kalau ada yang belum jelas, tanyakanlah melalui milis 2009. Beberapa alumni juga bergabung dalam milis ini, jadi mungkin bisa menjawab pertanyaan teman-teman. Jangan biarkan diri teman-teman terjebak pada ketidakjelasan informasi dan berpikir “Baiklah, mungkin sudah ada orang lain yang memikirkan dan mendapat jalan keluarnya”. Sekali lagi, bergantunglah pada diri sendiri. Para alumni hanya bisa membimbing dan mengarahkan.

Yang pasti, nasib AIYEP 2009 ada di tangan teman-teman, sekaligus milik teman-teman. Maka, apapun yang teman-teman hadapi nantinya, just DIY. DO IT YOURWAY!

Spirit of PDT,

AIYEP 2008*2009


*Terima kasih buat Kakak-kakak alumni yang sudah mau berbagi...*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar